Banyak investor mengalami kebingungan saat memilih saham: harus percaya nilai buku bersih atau laba? Sebenarnya kedua indikator ini memiliki fokus yang berbeda, memahami perbedaannya adalah kunci agar dalam berinvestasi tidak tersesat di jalan yang salah.
Logika Inti Pemilihan Saham Berdasarkan Nilai Buku: Nilai Aset vs Kemampuan Menghasilkan Laba
Dalam investasi saham, nilai buku per saham (BVPS) menekankan pengukuran nilai aset, sedangkan laba per saham (EPS) mencerminkan kemampuan menghasilkan laba. Perbedaannya terletak pada:
Sebuah perusahaan mungkin memiliki basis aset yang besar (nilai buku tinggi), tetapi aset tersebut belum tentu mampu diubah secara efektif menjadi laba (kemampuan laba mungkin tidak optimal). Sebaliknya, ada perusahaan dengan aset tidak banyak, tetapi mampu menghasilkan laba yang besar melalui operasi yang efisien.
Oleh karena itu, investor tidak seharusnya hanya mengejar nilai buku per saham yang tinggi, melainkan harus menyesuaikan dengan karakteristik industri, sifat perusahaan, dan tujuan investasi secara fleksibel.
Apa sebenarnya Nilai Buku Per Saham?
Nilai buku per saham dalam bahasa Inggris disebut Net Asset Value per Share (NAVPS), yang mewakili nilai aset bersih dari setiap saham yang telah diterbitkan.
Pengertian sederhana: Nilai aset bersih sebuah perusahaan = total aset perusahaan - total kewajiban. Angka ini kemudian dibagi ke jumlah saham beredar, sehingga didapatkan nilai buku per saham. Ini mencerminkan nilai intrinsik per saham yang beredar di pasar.
Rumus perhitungannya sangat sederhana:
Nilai buku per saham = Ekuitas Pemegang Saham / Jumlah saham beredar
Atau: Nilai buku per saham = (Total aset - Total kewajiban) / Jumlah saham beredar
Versi lanjutan: Nilai buku per saham = (Modal disetor + Agio saham + Saldo laba + Laba ditahan) / Jumlah saham beredar
Contoh: Sebuah perusahaan dengan total aset 2,5 miliar TWD, total kewajiban 1 miliar TWD, dan total saham beredar 1 miliar lembar. Maka: (2,5 - 1) / 1 = 1,5, ini adalah nilai buku per saham.
Nilai Buku Tinggi atau Rendah Tidak Langsung Berhubungan dengan Harga Saham Naik Turun
Ini adalah kesalahan umum yang sering dilakukan investor pemula. Nilai buku per saham yang meningkat tidak otomatis menyebabkan harga saham naik.
Alasannya adalah, harga saham ditentukan oleh laba masa depan, bukan oleh nilai buku akuntansi saat ini. Bahkan jika nilai buku perusahaan meningkat, tetapi kemampuan laba menurun atau prospek pasar tidak cerah, harga saham tetap bisa turun.
Yang lebih penting, perubahan nilai buku per saham bisa disebabkan oleh dua hal: pertama, perubahan kondisi operasional perusahaan; kedua, penerbitan saham baru atau distribusi saham bonus. Yang kedua ini memang bisa mengubah nilai buku per saham, tetapi tidak menunjukkan perkembangan prospek perusahaan secara langsung.
Tingkat ketergantungan terhadap indikator nilai buku berbeda-beda antar industri:
Industri kapital intensif seperti industri manufaktur, pertanian, dan konstruksi, sangat bergantung pada indikator nilai buku karena mereka mengandalkan tanah, pabrik, dan peralatan untuk menghasilkan laba.
Industri jasa dan perusahaan teknologi yang berbasis aset tidak berwujud (teknologi, merek, SDM) memiliki peran nilai buku yang terbatas, karena aset utama mereka adalah intangible.
Contohnya perusahaan teknologi seperti NVIDIA, Netflix, Microsoft, nilai buku per saham mereka mungkin tidak tinggi, tetapi karena produk mereka memiliki pasar dan teknologi yang unggul, nilai investasi di perusahaan ini justru lebih besar.
Rasio Harga terhadap Nilai Buku (PBR): Alat Praktis dalam Pemilihan Saham
Rasio harga terhadap nilai buku (PBR) = Kapitalisasi pasar / Nilai buku per saham
Rasio ini memberi tahu Anda: berapa banyak pasar bersedia membayar untuk setiap nilai aset bersih perusahaan.
PBR yang lebih rendah menunjukkan saham relatif lebih murah
PBR yang lebih tinggi menunjukkan saham relatif lebih mahal
Namun, ada peringatan penting: PBR yang rendah tidak selalu berarti saham layak dibeli. Jika PBR sebuah perusahaan terus menurun, kemungkinan besar perusahaan sedang mengalami penurunan, bukan sedang diskon.
Penggunaan yang tepat adalah membandingkan PBR historis perusahaan tersebut, atau membandingkan antar perusahaan dalam industri yang sama. Misalnya, jika PBR saham tertentu biasanya berkisar antara 1,6 hingga 2,5, dan sekarang turun di bawah 1,6, itu bisa menjadi peluang beli.
PBR sangat cocok digunakan untuk menganalisis perusahaan seperti:
Saham siklik (perkapalan, baja, batu bara, minyak): untung saat ekonomi berkembang, rugi saat resesi
Saham keuangan dan asuransi: kemampuan laba yang fluktuatif
Industri manufaktur: struktur aset yang stabil
Aplikasi Praktis Pemilihan Saham Berdasarkan Nilai Buku
Penggunaan oleh investor nilai
Investor nilai mencari saham yang harga sahamnya di bawah nilai buku per saham, menganggap saham tersebut undervalued oleh pasar. Logikanya: jika perusahaan bangkrut hari ini, pemegang saham akan mendapatkan uang (secara teoritis) sebesar nilai buku per saham. Ketika harga saham di bawah nilai buku, itu berarti ada margin keamanan.
Namun, perlu diingat, strategi ini lebih cocok untuk perusahaan kapital intensif, dan kurang cocok untuk perusahaan aset ringan dan pertumbuhan tinggi.
Analisis stabilitas
Nilai buku per saham yang lebih tinggi biasanya menunjukkan perusahaan memiliki kestabilan keuangan dan daya tahan terhadap risiko yang lebih baik, karena didukung oleh aset nyata. Dalam kondisi risiko rendah, memilih perusahaan dengan nilai buku yang stabil dan meningkat dari tahun ke tahun akan lebih aman.
Perbandingan antar industri
Penggunaan nilai buku paling efektif adalah melakukan perbandingan antar perusahaan dalam industri yang sama. Dengan harga pasar yang sama, perusahaan dengan nilai buku lebih tinggi menunjukkan basis aset yang lebih kokoh dan kondisi operasional yang lebih stabil.
Contohnya, dalam industri makanan, jika perusahaan K (Kang Shifu) dan perusahaan U (Uni-President) memiliki harga saham masing-masing 18 dan 20 TWD, tetapi nilai buku K sekitar 10 TWD, dan U sekitar 15 TWD, dari sudut pandang kestabilan, U lebih layak untuk diinvestasikan.
Nilai Buku vs Laba: Mana yang Harus Digunakan dalam Pemilihan Saham?
Dimensi Pemilihan
Nilai Buku Per Saham (BVPS)
Laba Per Saham (EPS)
Ukuran Pengukuran
Nilai aset
Kemampuan menghasilkan laba
Jenis Investor
Investor nilai
Investor pertumbuhan
Industri yang Cocok
Industri kapital intensif (manufaktur, properti)
Industri aset ringan (teknologi, jasa)
Logika Pemilihan
Mencari aset yang undervalued
Mencari potensi pertumbuhan tinggi
Dalam praktik, cara paling bijak adalah menggabungkan kedua indikator:
Menggunakan nilai buku untuk menilai stabilitas keuangan dan dasar aset perusahaan
Menggunakan laba untuk menilai kemampuan menghasilkan laba dan potensi pertumbuhan
Menggunakan PBR untuk menilai valuasi dan apakah harga pasar wajar
Bagaimana Cara Mengecek Nilai Buku Per Saham?
Cara pertama: cek langsung
Di platform perdagangan saham atau situs pencarian saham (seperti iStock, HiStock, Financial Report, dll), masukkan kode saham, dan di bagian info dasar biasanya tersedia data nilai buku per saham.
Cara kedua: hitung sendiri
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, cari ekuitas pemegang saham dan jumlah saham beredar, lalu gunakan rumus. Misalnya, laporan keuangan Uni-President tahun 2021 menunjukkan ekuitas sekitar 415 juta TWD, dan jumlah saham beredar sekitar 568 juta lembar, maka nilai buku per saham ≈ 0,73 TWD.
Kesalahan Umum dalam Praktik
Kesalahan 1: Semakin tinggi nilai buku, semakin baik
Memang nilai buku tinggi menunjukkan aset yang kuat, tetapi tidak menjamin laba di masa depan. Perusahaan teknologi dan industri baru mungkin memiliki nilai buku rendah, tetapi potensi pertumbuhan besar.
Kesalahan 2: Hanya melihat nilai buku dalam memilih saham
Nilai buku hanya mencerminkan jumlah aset saat ini, tidak bisa memprediksi laba masa depan. Perlu dikombinasikan dengan laba, prospek pasar, posisi industri, dan faktor lain.
Kesalahan 3: Membandingkan nilai buku antar industri
Industri yang berbeda memiliki struktur modal yang berbeda pula, sehingga angka nilai buku tidak bisa langsung dibandingkan. Perbandingan yang relevan adalah antar perusahaan dalam industri yang sama.
Ringkasan
Nilai buku per saham adalah indikator penting dalam memilih saham, tetapi bukan satu-satunya dasar. Investor cerdas akan mempertimbangkan:
Karakteristik industri perusahaan
Gaya investasi pribadi (nilai vs pertumbuhan)
Kinerja dari berbagai indikator secara gabungan
Untuk membuat keputusan akhir. Mengejar nilai buku yang tinggi tanpa memperhatikan aspek lain hanya akan melewatkan peluang di perusahaan dengan aset ringan namun potensi besar. Kuncinya adalah memahami logika di balik nilai buku dan menerapkannya secara fleksibel dalam praktik.
Lihat Asli
Halaman ini mungkin berisi konten pihak ketiga, yang disediakan untuk tujuan informasi saja (bukan pernyataan/jaminan) dan tidak boleh dianggap sebagai dukungan terhadap pandangannya oleh Gate, atau sebagai nasihat keuangan atau profesional. Lihat Penafian untuk detailnya.
Memilih saham secara akurat menggunakan indikator nilai bersih: Panduan lengkap dari dasar hingga praktik
Banyak investor mengalami kebingungan saat memilih saham: harus percaya nilai buku bersih atau laba? Sebenarnya kedua indikator ini memiliki fokus yang berbeda, memahami perbedaannya adalah kunci agar dalam berinvestasi tidak tersesat di jalan yang salah.
Logika Inti Pemilihan Saham Berdasarkan Nilai Buku: Nilai Aset vs Kemampuan Menghasilkan Laba
Dalam investasi saham, nilai buku per saham (BVPS) menekankan pengukuran nilai aset, sedangkan laba per saham (EPS) mencerminkan kemampuan menghasilkan laba. Perbedaannya terletak pada:
Sebuah perusahaan mungkin memiliki basis aset yang besar (nilai buku tinggi), tetapi aset tersebut belum tentu mampu diubah secara efektif menjadi laba (kemampuan laba mungkin tidak optimal). Sebaliknya, ada perusahaan dengan aset tidak banyak, tetapi mampu menghasilkan laba yang besar melalui operasi yang efisien.
Oleh karena itu, investor tidak seharusnya hanya mengejar nilai buku per saham yang tinggi, melainkan harus menyesuaikan dengan karakteristik industri, sifat perusahaan, dan tujuan investasi secara fleksibel.
Apa sebenarnya Nilai Buku Per Saham?
Nilai buku per saham dalam bahasa Inggris disebut Net Asset Value per Share (NAVPS), yang mewakili nilai aset bersih dari setiap saham yang telah diterbitkan.
Pengertian sederhana: Nilai aset bersih sebuah perusahaan = total aset perusahaan - total kewajiban. Angka ini kemudian dibagi ke jumlah saham beredar, sehingga didapatkan nilai buku per saham. Ini mencerminkan nilai intrinsik per saham yang beredar di pasar.
Rumus perhitungannya sangat sederhana:
Contoh: Sebuah perusahaan dengan total aset 2,5 miliar TWD, total kewajiban 1 miliar TWD, dan total saham beredar 1 miliar lembar. Maka: (2,5 - 1) / 1 = 1,5, ini adalah nilai buku per saham.
Nilai Buku Tinggi atau Rendah Tidak Langsung Berhubungan dengan Harga Saham Naik Turun
Ini adalah kesalahan umum yang sering dilakukan investor pemula. Nilai buku per saham yang meningkat tidak otomatis menyebabkan harga saham naik.
Alasannya adalah, harga saham ditentukan oleh laba masa depan, bukan oleh nilai buku akuntansi saat ini. Bahkan jika nilai buku perusahaan meningkat, tetapi kemampuan laba menurun atau prospek pasar tidak cerah, harga saham tetap bisa turun.
Yang lebih penting, perubahan nilai buku per saham bisa disebabkan oleh dua hal: pertama, perubahan kondisi operasional perusahaan; kedua, penerbitan saham baru atau distribusi saham bonus. Yang kedua ini memang bisa mengubah nilai buku per saham, tetapi tidak menunjukkan perkembangan prospek perusahaan secara langsung.
Tingkat ketergantungan terhadap indikator nilai buku berbeda-beda antar industri:
Contohnya perusahaan teknologi seperti NVIDIA, Netflix, Microsoft, nilai buku per saham mereka mungkin tidak tinggi, tetapi karena produk mereka memiliki pasar dan teknologi yang unggul, nilai investasi di perusahaan ini justru lebih besar.
Rasio Harga terhadap Nilai Buku (PBR): Alat Praktis dalam Pemilihan Saham
Rasio harga terhadap nilai buku (PBR) = Kapitalisasi pasar / Nilai buku per saham
Rasio ini memberi tahu Anda: berapa banyak pasar bersedia membayar untuk setiap nilai aset bersih perusahaan.
Namun, ada peringatan penting: PBR yang rendah tidak selalu berarti saham layak dibeli. Jika PBR sebuah perusahaan terus menurun, kemungkinan besar perusahaan sedang mengalami penurunan, bukan sedang diskon.
Penggunaan yang tepat adalah membandingkan PBR historis perusahaan tersebut, atau membandingkan antar perusahaan dalam industri yang sama. Misalnya, jika PBR saham tertentu biasanya berkisar antara 1,6 hingga 2,5, dan sekarang turun di bawah 1,6, itu bisa menjadi peluang beli.
PBR sangat cocok digunakan untuk menganalisis perusahaan seperti:
Aplikasi Praktis Pemilihan Saham Berdasarkan Nilai Buku
Penggunaan oleh investor nilai
Investor nilai mencari saham yang harga sahamnya di bawah nilai buku per saham, menganggap saham tersebut undervalued oleh pasar. Logikanya: jika perusahaan bangkrut hari ini, pemegang saham akan mendapatkan uang (secara teoritis) sebesar nilai buku per saham. Ketika harga saham di bawah nilai buku, itu berarti ada margin keamanan.
Namun, perlu diingat, strategi ini lebih cocok untuk perusahaan kapital intensif, dan kurang cocok untuk perusahaan aset ringan dan pertumbuhan tinggi.
Analisis stabilitas
Nilai buku per saham yang lebih tinggi biasanya menunjukkan perusahaan memiliki kestabilan keuangan dan daya tahan terhadap risiko yang lebih baik, karena didukung oleh aset nyata. Dalam kondisi risiko rendah, memilih perusahaan dengan nilai buku yang stabil dan meningkat dari tahun ke tahun akan lebih aman.
Perbandingan antar industri
Penggunaan nilai buku paling efektif adalah melakukan perbandingan antar perusahaan dalam industri yang sama. Dengan harga pasar yang sama, perusahaan dengan nilai buku lebih tinggi menunjukkan basis aset yang lebih kokoh dan kondisi operasional yang lebih stabil.
Contohnya, dalam industri makanan, jika perusahaan K (Kang Shifu) dan perusahaan U (Uni-President) memiliki harga saham masing-masing 18 dan 20 TWD, tetapi nilai buku K sekitar 10 TWD, dan U sekitar 15 TWD, dari sudut pandang kestabilan, U lebih layak untuk diinvestasikan.
Nilai Buku vs Laba: Mana yang Harus Digunakan dalam Pemilihan Saham?
Dalam praktik, cara paling bijak adalah menggabungkan kedua indikator:
Bagaimana Cara Mengecek Nilai Buku Per Saham?
Cara pertama: cek langsung
Di platform perdagangan saham atau situs pencarian saham (seperti iStock, HiStock, Financial Report, dll), masukkan kode saham, dan di bagian info dasar biasanya tersedia data nilai buku per saham.
Cara kedua: hitung sendiri
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, cari ekuitas pemegang saham dan jumlah saham beredar, lalu gunakan rumus. Misalnya, laporan keuangan Uni-President tahun 2021 menunjukkan ekuitas sekitar 415 juta TWD, dan jumlah saham beredar sekitar 568 juta lembar, maka nilai buku per saham ≈ 0,73 TWD.
Kesalahan Umum dalam Praktik
Kesalahan 1: Semakin tinggi nilai buku, semakin baik Memang nilai buku tinggi menunjukkan aset yang kuat, tetapi tidak menjamin laba di masa depan. Perusahaan teknologi dan industri baru mungkin memiliki nilai buku rendah, tetapi potensi pertumbuhan besar.
Kesalahan 2: Hanya melihat nilai buku dalam memilih saham Nilai buku hanya mencerminkan jumlah aset saat ini, tidak bisa memprediksi laba masa depan. Perlu dikombinasikan dengan laba, prospek pasar, posisi industri, dan faktor lain.
Kesalahan 3: Membandingkan nilai buku antar industri Industri yang berbeda memiliki struktur modal yang berbeda pula, sehingga angka nilai buku tidak bisa langsung dibandingkan. Perbandingan yang relevan adalah antar perusahaan dalam industri yang sama.
Ringkasan
Nilai buku per saham adalah indikator penting dalam memilih saham, tetapi bukan satu-satunya dasar. Investor cerdas akan mempertimbangkan:
Untuk membuat keputusan akhir. Mengejar nilai buku yang tinggi tanpa memperhatikan aspek lain hanya akan melewatkan peluang di perusahaan dengan aset ringan namun potensi besar. Kuncinya adalah memahami logika di balik nilai buku dan menerapkannya secara fleksibel dalam praktik.