Tahun 1974 menandai momen penting dalam sejarah keuangan Amerika. Sebelum Undang-Undang Kesempatan Kredit Setara menjadi undang-undang, jawaban atas pertanyaan “kapan perempuan diizinkan memiliki kartu kredit?” pada dasarnya adalah tidak pernah—setidaknya tidak tanpa izin dari pria. Pelamar perempuan menghadapi penolakan sistematis atau dipaksa untuk mendapatkan kartu hanya atas nama suami mereka, secara efektif mengunci mereka dari kehidupan keuangan yang independen.
Kerangka Hukum yang Mengubah Segalanya
Undang-Undang Kesempatan Kredit Setara tidak hanya memberikan perempuan selembar plastik; undang-undang ini membongkar dekade diskriminasi yang tertanam dalam sistem kredit. Pemberi pinjaman sebelumnya menolak akses perempuan berdasarkan jenis kelamin, status pernikahan, ras, usia, dan kebangsaan—praktik yang secara hukum disahkan dan secara luas dianggap normal.
Urgensi praktis di balik legislasi ini tidak bisa diremehkan. Pertimbangkan seorang janda atau wanita yang bercerai dengan penghasilan tetap: dia tetap akan kesulitan mengakses kredit di bawah sistem lama. Bagi ibu rumah tangga, ketidakmampuan membangun kredit independen berarti rentan terhadap risiko kematian pasangan atau perceraian. Ketika perempuan akhirnya mendapatkan hak hukum untuk kredit pada tahun 1974, mereka secara bersamaan mendapatkan jaring pengaman keuangan yang tidak pernah dimiliki generasi sebelumnya.
Ini bukan sekadar kemenangan simbolis. Undang-undang ini mengatasi kekurangan mendasar dalam otonomi ekonomi perempuan selama satu dekade ketika perempuan sudah menghadapi diskriminasi upah yang melekat dan hambatan di tempat kerja.
Revolusi Tempat Kerja Tahun 1970-an
Sementara akses kredit sedang diatur secara legislatif, tempat kerja perlahan mulai mengakui keberadaan perempuan. Pengakuan formal terhadap pelecehan seksual oleh pengadilan pada tahun 1977, diikuti oleh definisi resmi dari EEOC pada tahun 1980, akhirnya memberi perempuan kerangka hukum untuk melaporkan pelanggaran. Undang-Undang Diskriminasi Kehamilan tahun 1978 lebih jauh lagi, menjadikan pemecatan perempuan karena hamil ilegal—perlindungan yang sangat baru dan seharusnya selalu menjadi hak asasi manusia dasar.
Perubahan ini penting karena perempuan bukanlah pihak yang pinggiran dalam tenaga kerja; mereka (dan) adalah penyedia utama. Per 2017, 41% dari ibu berperan sebagai pencari nafkah tunggal atau utama untuk keluarga mereka. Angka ini bahkan lebih tinggi di kalangan ibu kulit hitam sebesar 68,3%, dibandingkan 41% dari ibu Latina dan 36,8% dari ibu kulit putih. Keamanan pekerjaan dan perlindungan dari pelecehan bukanlah kemewahan—melainkan mekanisme bertahan hidup bagi jutaan keluarga.
Momen Budaya dan Perubahan Kesadaran
Televisi tahun 1970-an menangkap semangat zaman dari perubahan ini. Acara seperti “Alice” dan “The Mary Tyler Moore Show” menampilkan cerita tentang perempuan yang menyadari bahwa mereka mendapatkan penghasilan lebih rendah daripada rekan pria untuk pekerjaan yang sama. Narasi ini, yang terobosan pada masanya, resonansi karena mencerminkan pengalaman nyata. Budaya populer memberi kosa kata untuk diskriminasi yang sebelumnya hanya dibisikkan atau ditanggung dalam diam.
Gambaran yang Tidak Lengkap
Namun hak-hak hukum dan representasi budaya hanya menceritakan sebagian dari kisah. Perempuan telah memegang hak konstitusional untuk memilih sejak 1920, tetapi jutaan perempuan secara sistematis dikeluarkan dari hak pilih melalui undang-undang Jim Crow dan hambatan lain selama puluhan tahun setelahnya. Demikian pula, Undang-Undang Upah Setara tahun 1963 melarang diskriminasi upah berdasarkan gender, tetapi kesenjangan upah tetap ada hingga hari ini. Undang-Undang Kesempatan Kredit Setara tahun 1974 memberi perempuan akses kredit, tetapi ketidaksetaraan ekonomi belum hilang.
Era 1970-an merupakan titik balik, bukan akhir dari perjuangan. Perempuan berjuang dan memenangkan otonomi keuangan formal. Tetapi kesenjangan antara janji hukum dan kenyataan hidup tetap menjadi salah satu perjuangan utama dalam kehidupan ekonomi modern Amerika.
Lihat Asli
Halaman ini mungkin berisi konten pihak ketiga, yang disediakan untuk tujuan informasi saja (bukan pernyataan/jaminan) dan tidak boleh dianggap sebagai dukungan terhadap pandangannya oleh Gate, atau sebagai nasihat keuangan atau profesional. Lihat Penafian untuk detailnya.
Seabad Hambatan: Kapan Wanita Benar-benar Diizinkan Memiliki Kartu Kredit?
Tahun 1974 menandai momen penting dalam sejarah keuangan Amerika. Sebelum Undang-Undang Kesempatan Kredit Setara menjadi undang-undang, jawaban atas pertanyaan “kapan perempuan diizinkan memiliki kartu kredit?” pada dasarnya adalah tidak pernah—setidaknya tidak tanpa izin dari pria. Pelamar perempuan menghadapi penolakan sistematis atau dipaksa untuk mendapatkan kartu hanya atas nama suami mereka, secara efektif mengunci mereka dari kehidupan keuangan yang independen.
Kerangka Hukum yang Mengubah Segalanya
Undang-Undang Kesempatan Kredit Setara tidak hanya memberikan perempuan selembar plastik; undang-undang ini membongkar dekade diskriminasi yang tertanam dalam sistem kredit. Pemberi pinjaman sebelumnya menolak akses perempuan berdasarkan jenis kelamin, status pernikahan, ras, usia, dan kebangsaan—praktik yang secara hukum disahkan dan secara luas dianggap normal.
Urgensi praktis di balik legislasi ini tidak bisa diremehkan. Pertimbangkan seorang janda atau wanita yang bercerai dengan penghasilan tetap: dia tetap akan kesulitan mengakses kredit di bawah sistem lama. Bagi ibu rumah tangga, ketidakmampuan membangun kredit independen berarti rentan terhadap risiko kematian pasangan atau perceraian. Ketika perempuan akhirnya mendapatkan hak hukum untuk kredit pada tahun 1974, mereka secara bersamaan mendapatkan jaring pengaman keuangan yang tidak pernah dimiliki generasi sebelumnya.
Ini bukan sekadar kemenangan simbolis. Undang-undang ini mengatasi kekurangan mendasar dalam otonomi ekonomi perempuan selama satu dekade ketika perempuan sudah menghadapi diskriminasi upah yang melekat dan hambatan di tempat kerja.
Revolusi Tempat Kerja Tahun 1970-an
Sementara akses kredit sedang diatur secara legislatif, tempat kerja perlahan mulai mengakui keberadaan perempuan. Pengakuan formal terhadap pelecehan seksual oleh pengadilan pada tahun 1977, diikuti oleh definisi resmi dari EEOC pada tahun 1980, akhirnya memberi perempuan kerangka hukum untuk melaporkan pelanggaran. Undang-Undang Diskriminasi Kehamilan tahun 1978 lebih jauh lagi, menjadikan pemecatan perempuan karena hamil ilegal—perlindungan yang sangat baru dan seharusnya selalu menjadi hak asasi manusia dasar.
Perubahan ini penting karena perempuan bukanlah pihak yang pinggiran dalam tenaga kerja; mereka (dan) adalah penyedia utama. Per 2017, 41% dari ibu berperan sebagai pencari nafkah tunggal atau utama untuk keluarga mereka. Angka ini bahkan lebih tinggi di kalangan ibu kulit hitam sebesar 68,3%, dibandingkan 41% dari ibu Latina dan 36,8% dari ibu kulit putih. Keamanan pekerjaan dan perlindungan dari pelecehan bukanlah kemewahan—melainkan mekanisme bertahan hidup bagi jutaan keluarga.
Momen Budaya dan Perubahan Kesadaran
Televisi tahun 1970-an menangkap semangat zaman dari perubahan ini. Acara seperti “Alice” dan “The Mary Tyler Moore Show” menampilkan cerita tentang perempuan yang menyadari bahwa mereka mendapatkan penghasilan lebih rendah daripada rekan pria untuk pekerjaan yang sama. Narasi ini, yang terobosan pada masanya, resonansi karena mencerminkan pengalaman nyata. Budaya populer memberi kosa kata untuk diskriminasi yang sebelumnya hanya dibisikkan atau ditanggung dalam diam.
Gambaran yang Tidak Lengkap
Namun hak-hak hukum dan representasi budaya hanya menceritakan sebagian dari kisah. Perempuan telah memegang hak konstitusional untuk memilih sejak 1920, tetapi jutaan perempuan secara sistematis dikeluarkan dari hak pilih melalui undang-undang Jim Crow dan hambatan lain selama puluhan tahun setelahnya. Demikian pula, Undang-Undang Upah Setara tahun 1963 melarang diskriminasi upah berdasarkan gender, tetapi kesenjangan upah tetap ada hingga hari ini. Undang-Undang Kesempatan Kredit Setara tahun 1974 memberi perempuan akses kredit, tetapi ketidaksetaraan ekonomi belum hilang.
Era 1970-an merupakan titik balik, bukan akhir dari perjuangan. Perempuan berjuang dan memenangkan otonomi keuangan formal. Tetapi kesenjangan antara janji hukum dan kenyataan hidup tetap menjadi salah satu perjuangan utama dalam kehidupan ekonomi modern Amerika.