Pada bulan Desember 2025, pasar logam mulia mengguncang. Perak meloncat hingga mencapai batas 66 dolar, dengan kapitalisasi pasar mencapai sekitar 3,7 triliun dolar—seberapa mencengangkan pencapaian ini? Itu melampaui perusahaan induk Google, Alphabet, dan bahkan masuk ke dalam jajaran aset teratas di dunia, menjadi aset terbesar keempat setelah raksasa teknologi pasar saham AS. Selama tahun ini, kenaikan melebihi 125%, logam mulia yang dulunya dianggap sebagai pendukung emas, sepenuhnya mengubah penempatan perannya.

Namun, kenaikan perak bukanlah fenomena spekulatif, ada kekuatan pendorong yang lebih dalam di baliknya. Permintaan industri sedang meledak. Dalam konteks transisi energi bersih global, nilai praktis perak telah diaktifkan: panel surya membutuhkannya karena sifat konduktifnya, baterai mobil listrik dan pembangunan infrastruktur pusat data tidak terlepas darinya. Dengan kemajuan skala industri energi baru, perak telah berubah dari "alternatif logam mulia" menjadi "barang penting teknologi rendah karbon". Ketidak tergantikanannya ini membuatnya terbebas dari pola penetapan harga yang bergantung pada emas, dan memiliki logika pertumbuhan yang independen.

Peralihan di sisi investasi adalah api lainnya. Di era ketidakpastian ekonomi dan tekanan inflasi yang bersamaan, para investor mencari aset berwujud yang benar-benar memiliki nilai lindung. Perak menggabungkan karakteristik tahan inflasi dari emas, namun dengan ambang harga yang lebih terjangkau, menjadikannya pilihan baru bagi investor biasa. Yang lebih penting, dana institusi sudah masuk. Ketika kepemilikan ETF emas mendekati jenuh, perak secara alami menjadi target berikutnya bagi dana besar.